Wednesday, September 19, 2007

Ke Bulukumba

Sudah menjadi kebiasaanku bila Ramadhan tiba, untuk pulang kampung ke Palopo, melewatkan hari pertama puasa bersama orang tua.
Kebiasaan ini berlangsung sejak dulu, sejak taon 1996, sejak saya menginjakkan kaki di kota Makassar.
Tapi ramadhan kali ini , kebiasaan ini berubah. Bukannya pulang kampung ke Palopo, saya malah memutuskan ke rumah kk di Bulukumba sana. Setelah minta ijin sama Ibu, hari Rabu siang kemaren, saya pun berangkat ke Teminal Malengkeri.Sekitar jam 12 siang, saya tiba di terminal dan langsung mencari mobilnya Yusuf, Kijang silver DD 1227W.
Begitu ketemu
Adaji tempat na pesankan ka k waty tadi pagi?
Ikh nda ada. Full mi!
Awwah, baru na bilang sudahmi bede na pesan.
Bukan itu saya yang angkat telpon nya. Coba bede tanya Nurdin. Itu mobil yang merah tua di belakang. sapa tau masih ada kosong.
Saya pun menuju ke mobil yang di maksud
Masih ada kosong?
Mauq kemana?
Kindang
Full mi. ini lagi penumpang ku 15 orang nda tau mau ku taro dimana
*terduduk lemas sambil menghela napas* Masa nda jadi berangkat?
Halo.. Assalamu alaikum.. apaji, nda nelponq bede ke Yusuf tadi pagi. Nda ada nasimpankan ka tempat. Full mi.
Ikh, nelpon tadi pagi waty. Jadi gimana mi? nda jadi ko kesini?
Nda tau mi ini
Naek panther anu meko, Bulukumba kota. Nanti nyambung mi lagi dari situ.
Tundulu sa pikir-pikir.
Nda lama kemudian Yusuf kembali menghampiriku
Naek mobil Banyorang meq. Nanti dijemput disana
Banyorang? dimana dibilang? nda kutauq.
Tunggumi saya yang carikanq mobil
Selang beberapa menit, Yusuf kembali dengan seorang bapak-bapak.
Naik mobilnya ini sebentar. Nanti na kasi turunq di pasar Banyorang.
sapa jemputka?
Nanti k Baso yang jemputq. Sudahka na sms tadi
woohh, iyya pale. Makasih nah.
Sekitar jam setengah 2 siang, mobil yang kutumpangi akhirnya berangkat meninggalkan terminal Malengkeri. Nda usahlah di ceritakan secara detail apa yang terjadi sepanjang perjalanan kurang lebih 3 jam itu. Satu ji yang sa bikin saya klo dalam perjalanan : TIDUR :D

Memasuki kota Bantaeng, kulayangkan sebuah pesan pendek ke kku.
Sampe ma di Bantaeng
Bilangi sopirnya kasi turun di Pasar Banyorang. Nanti sa jemput di sana.
Belakangan saya ketahui ternyata Banyorang itu terletak di Kab. Bantaeng, bukan Bulukumba.
Disebuah pertigaan yang saya lupa namanya, mobil berbelok ke kiri. Kata sopirnya : klo terus sampe ke Bulukumba kota.
Jalan beraspal yang dilalui semakin menyempit dan menanjak. Hawa dingin mulai menyergap. Syukurlah, saya membawa jaket. Sudah jam 5 ketika akhirnya sopir berkata:
Liat-liat meq penjemput ta'. Pasar Banyorang mi ini. Laki-laki yang jemputq atau perempuan?
Laki-laki. Itue yang didepan. Yang diatas motor.
Astaga! Yang itu?? Apa ta'??
Kakakku.
Berarti orang Palopoq? Kenapa nda bilang2?? Na sa kenal itu kakak ta'
Meneketehe!!
Saya turun persis di depan papan yang bertuliskan Pasar Banyorang Kec. Tompobulu kab. Bantaeng. Sambil menunggu kk yang ngobrol dengan sopir tadi, ku layangkan pandang ke sekitar pasar. Lumayan ramai dengan aktivitas jual beli. Dan mereka tampak santai2 saja, tak merasakan hawa dingin yang menurutku cukup menggigit. Mungkin sudah terbiasa.
Hampir setengah 6 sore, ketika kami beranjak meninggalkan pasar Banyorang. Jalan yang dilalui masih beraspal mulus meski rumah penduduk semakin jarang di temui. Menurut kku:
Ini jalan yang menghubungkan Bantaeng dan Bulukumba. Masih mulusji jalannya sampe di Jembatan Bialo nanti. Nah, setelahnya jembatan, jelekmi jalannya, berbatu2 sekitar 2 km.
Kucerna penjelasan itu sambil merapatkan jaket. Cuaca betul2 dingin untuk kulit tubuhku yang sudah terbiasa dengan hawa panas kota Makassar.
Dinginnya dii'
Dingin memang. Klo diibaratkan toh, ini Tompobulu dengan Lompobattang ibarat Malino dengan Bawakaraengnya.
Mana Lompobattang?
itue di depan. Tunggumi. dilewati ji nanti pinggir2nya.
Pemandangan di tepi jalan yang berkelok-kelok itu, sangatlah menawan. Sawah-sawah menghijau terhampar indah. Tak ada lagi rumah penduduk. Jalanan sepi, hanya sesekali kami berpapasan dengan sepeda motor atau angkutan umum. Di kejauhan nam pak sebuah jembatan yang kelihatan baru.
Ini mi yang namanya jembatan Bialo. Sungai yang dibawah itu Sungai Bialo. Sampe di Bulukumba kota nah ini sungainya. Dulu waktu huyjan deras disini, banjirq di kota.
Ketika motor melaju pelan, aku melongokkan kepala melihat ke bawah.
Deh, curamnya.. tapi bags pasti jadi tempat wisata disini. Ka bagus pemandangannya.
Na dulu memang tempat wisata disini. Rame nah. Tapi semenjak ada 2 orang meninggal akhirnya ditutup.
Melewati jembatan, jalanan aspal mulus tak ada lagi. Yang ada hanyalah jalan berbatu-batu. Sawah-sawah menghijau pun tak ada lagi. Berganti dengan kebun coklat, kebun kopi dan kebun cengkeh. Sesekali diselingi oleh pohon Durian. Sebelah kiri, gunung menjulang tinggi dan sebelah kanan, tanah curam menyerupai jurang yang banyak ditanami pohon2 kopi.
Sekitar 10 menit kami terguncang2 di atas motor, sebelum akhirnya sampai di jalanan beraspal kembali. Semakin banyak rumah penduduk yang dijumpai dan semakin sering klakson motor kku berbunyi menyapa.
Deh, sambaranna na klakson. Qta kenal itu?
Ikh, susah ko. terkenal ka disini na.
Halah ...
Yah, dengan pembawaan yang ramah dan profesi sebagai seorang gru SMK di desa tersebut, membuat saya cukup malum bila kku banyak dikenal oleh masyarakat sekitar.
ohya, ada satu hal yang lupa saya ceritakan sepanjang perjalanan ini.
Wangi mawar!!! Ya, wangi mawar yang mengiringi perjalanan selama melintasi perumahan penduduk. Di halaman rumah penduduk tumbuh beraneka warna bunga. Dan yang paling banyak adalah mawar khas daerah dingin dengan bunga yang besar, mahkota yang tebal dan wangi yang menyebar terbawa angin. Harum sekali! Sepanjang jalan tak henti2nya saya menarik nafas panjang. Sampai2 kku bilang:
Kenapa ko tarik nafas terus? kek orang poso saja
Harum bela. Sa suka baunya itu mawar.

Motor memasuki halaman rumah kku di desa Borongrappoa Kec. Kindang Kab. Bulukumba, bertepatan dengan adzan maghrib yang dikumandangkan dari mesjid depan rumah. Kami disambut oleh suara keponakan ku yang melonjak2 kegirangan melihat ayahnya pulang.
Alhamdulillah, sudah sampai. *terkapar*

0 yang bicara: